Oleh: Sony Budiarso
Peneliti Muda Shafiec UNU Yogyakarta
Saat ini di era teknologi 4.0, semua terasa cepat dan instan. Pengaruh perkembangan teknologi ini tentu memberikan dampak sinergis terhadap kondisi dan situasi kehidupan masyarakat, khususnya pada aspek literasi keuangan melalui inklusi keuangan digital. Jika dahulu masyarakat yang sering memanfaatkan jasa keuangan mayoritas ialah mereka yang memiliki pemahaman dasar mengenai rumpun bidang ilmu tersebut atau mereka yang tinggal di perkotaan, kini berkat inklusi keuangan digital, terciptalah suatu kondisi dimana mayoritas individu, tidak peduli di belahan bumi mana ia tinggal, semua orang dapat memanfaatkan jasa keuangan yang tersedia melalui platform digital, dimana hal tersebut juga berdampak pada menurunnya jumlah kelompok individu yang kurang literasi keuangan atau pemahaman mengenai informasi keuangan, karena kini telah tersedia akses informasi keuangan yang mudah dan tanpa biaya yang tinggi (Meilisa et al., 2014 dalam Mulasiwi dan Julialevi, 2020)
Pada negara berkembang, inklusi keuangan memiliki dampak positif terhadap berbagai indikator pembangunan. Inklusi keuangan mampu meningkatkan inklusi pertumbuhan serta mengurangi kesenjangan regional (Hannig dan Jansen, 2010 dalam Sastiono dan Nuryakin, 2019). Inklusi keuangan memberikan potensi untuk seluruh elemen masyarakat agar memiliki kesempatan yang sama untuk dapat mengakses berbagai layanan keuangan yang memungkinkan mereka untuk dapat menabung dan berinvestasi pada kegiatan ekonomi produktif seperti pendidikan dan kegiatan kewirausahaan sehingga memungkinkan mereka untuk dapat keluar dari jebakan kemiskinan (poverty trap) (Demirguc-Kunt dan Klapper, 2013 dalam Sastiono dan Nuryakin, 2019).
Sayangnya, berdasarkan rilis Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada bulan November tahun 2019, angka literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah. Data tersebut menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki indeks literasi dan inklusi keuangan yang masih kalah jauh apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. Indeks literasi keuangan dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia secara berturut-turut masih pada kisaran 41,41% dan 83,60% untuk masyarakat perkotaan, serta 34,53% dan 68,49% pada masyarakat pedesaan. Hal ini tentu menunjukkan adanya Gap yang cukup besar apabila melihat angka Indeks literasi dan indeks inklusi keuangan Negara Singapura yang mencapai 98%, Malaysia 85%, dan Thailand 82% (Setiawan, 2020 dalam Mulasiwi dan Julialevi, 2020). Artinya dapat dikatakan, saat ini Indonesia berada pada kondisi darurat indeks literasi dan iklusi keuangan nasional (Djawahir, 2018 dalam Mulasiwi dan Julialevi, 2020)
Terdapat beberapa tahap untuk meningkatkan inklusi keuangan. Salah satunya, inklusi keuangan dapat dicapai melalui literasi keuangan atau pendidikan. Literasi keuangan adalah kemampuan untuk membuat keputusan berdasarkan informasi mengenai pengembangan budaya menabung, memanfaatkan pinjaman dan penggunaan serta pengelolaan uang (Ozili, 2021). Misalnya, Ramakrishnan (2012) dalam Ozili (2021) menunjukkan bahwa literasi keuangan meningkatkan tingkat inklusi keuangan di India dengan meningkatkan kualitas hidup rumah tangga. Demikian pula, tingkat inklusi keuangan yang rendah dikaitkan dengan tingkat literasi keuangan yang lebih rendah. Oleh karena itu, pembuat kebijakan perlu mengembangkan literasi keuangan dan kebijakan pendidikan yang efektif untuk meningkatkan tingkat inklusi keuangan (Atkinson dan Messy, 2013 dala Ozili, 2021).
Selain itu, penelitian lain menunjukkan bahwa inovasi dan teknologi keuangan dapat meningkatkan inklusi keuangan. Inovasi dan teknologi keuangan dianggap dapat melewati masalah struktural dan infrastruktur yang ada untuk menjangkau masyarakat miskin (Ouma et al 2017). Inovasi keuangan adalah proses menciptakan instrumen keuangan, teknologi, produk, dan layanan baru untuk meningkatkan penyampaian layanan keuangan. Dalam sebuah studi baru-baru ini, Ouma et al. (2017) menunjukkan bahwa inovasi keuangan seperti ketersediaan dan penggunaan ponsel digunakan untuk menawarkan layanan keuangan yang mempromosikan tabungan di tingkat rumah tangga dan meningkatkan jumlah yang ditabung, sementara Chinoda dan Kwenda (2019) dalam Ozili (2021) menunjukkan bahwa inovasi ponsel meningkatkan inklusi keuangan di 49 negara. Hal ini menunjukkan bahwa inovasi keuangan dapat menjadi jembatan yang efektif untuk membantu peningkatan inklusi keuangan.
Salah satu inovasi dan teknologi keuangan yang ada di Indonesia saat ini adalah financial technology atau yang lebih akrab disapa Fintech. Fintech cukup efektif dalam membantu kondisi perekonomian Indonesia yang baru saja pulih dari keterpurukan akibat pandemi virus COVID-19. Pada kondisi sulit seperti ini, fintech (Financial technology) memberikan celah potensi dalam proses pemulihan ekonomi melalui keterjangkauan akses masyarakat unbanked terhadap pembiyaan. Karakteristik Fintech yang bersifat customer-based transactional behavior, social capital, dan lowtouch economy memungkinkan industri perbankan untuk dapat menjangkau nasabah yang tidak bisa mengakses sistem perbankan secara tradisional (Dz., 2018), sehingga inklusi keuangan dapat dicapai dengan lebih luas dan cepat. Fintech (Financial Technology) merupakan penggunaan teknologi dalam sistem pada bidang keuangan yang menghasilkan produk-produk layanan, teknologi, dan atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada kondisi stabilitas moneter, stabilitas pada sistem keuangan, dan atau efisiensi, kelancaran, keamanan serta kehandalan sistem pembayaran (Pasal 1 Angka 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017. Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial dalam Marginingsih, 2021). Sedangkan, menurut Dev (2006) Inklusi keuangan dapat didefinisikan sebagai pemberian layanan perbankan dengan biaya yang terjangkau bagi sebagian besar kelompok usia dan berpenghasilan rendah yang kurang mampu. Artinya, Fintech merupakan sebuah bentuk inovasi pada industri jasa keuangan dengan memanfaatkan penggunaan teknologi yang harapannya dapat memfasilitasi masyarakat untuk melakukan proses transaksi keuangan dengan lebih efektif dan mudah. Konsep Fintech tentu akan sangat selaras apabila dipadupadankan dengan tujuan dari inklusi keuangan itu sendiri yaitu menghapus segala bentuk hambatan keuangan yang terjadi dalam upaya mengakses layanan keuangan (Dz., 2018), nantinya perpaduan dua konsep inilah yang akan disebut sebagai Inklusi Keuangan Digital.
Menurut Pratiwi (2018) dalam Marginingsih (2021) beberapa peran strategis Fintech dalam meningkatkan inklusi keuangan digital, diantaranya :
- Meningkatkan akses dan desentralisasi sistem keuangan.
Alasannya, melalui kemajuan teknologi yang digunakan, hal ini memungkinkan komunitas individu maupun UMKM yang tidak bankable untuk dapat berperan sebagai penyedia dan pengguna dana dalam sistem keuangan. Saat ini, jumlah UMKM di Indonesia terus meningkat dan berkembang dengan bermacam– macam sektor. Munculnya inovasi fintech memudahkan pelaku bisnis dalam memanfaatkan fintech sebagai jalan untuk pembiayaan perusahaannya, metode pembayaran digital, bahkan hingga dompet pengatur keuangan (Mulasiwi and Julialevi, 2020).
- Meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan kolaborasi lintas sektor.
Fintech dapat menjadi media yang memfasilitasi transparansi, penelusuran, pertanggungjawaban, serta pembagian informasi yang lebih besar kepada pemerintah, masyarakat dan swasta sehingga dapat saling bekerja sama. Hal ini disebabkan fintech berbasis teknologi yang dapat menjangkau kolaborasi antar sektor.
- Biaya yang lebih rendah melalui peningkatan efisiensi, kecepatan dan otomatisasi.
Fintech memberikan peluang baru bagi ekonomi Indonesia dalam menyelenggarakan aktivitas perekonomian secara lebih efisien dan efektif. Salah satunya, fintech dengan jangkauannya yang luas, telah banyak membantu dalam pembiayaan usaha kecil menengah yang kurang memiliki akses pada perbankan. Dengan adanya regulasi yang baik, fintech dapat mendorong UMKM untuk mengembangkan usahanya dengan melakukan peminjaman transaksi yang mudah dan cepat.
Tidak berhenti sampai disitu, menurut World Economic tahun 2015, mengatakan bahwa Indonesia akan menjadi salah satu pasar digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator industri jasa keuangan di Indonesia, jumlah nasabah pengguna e-banking (SMS banking, phonebanking, mobile banking dan internet banking) meningkat sebesar 270 % dari 13,6 juta nasabah di tahun 2012 menjadi 50,4 juta nasabah pada tahun 2016. Sementara frekuensi transaksi pengguna e-banking meningkat 169 % dari 150,8 juta transaksi tahun 2012 menjadi 405 juta transaksi pada tahun 2016. Data tersebut menunjukkan adanya tren perubahan yang memperkuat peluang inklusi keuangan digital termasuk melalui produk Fintech (Dz., 2018).
Beberapa ragam layanan dan produk Financial Technology (Fintech) yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat berdasarkan klasifikasi Bank Indonesia, diantaranya (Maulida, 2019 dalam Marginingsih, 2021) , yakni :
- Peer-to-Peer (P2P) Lending
Fintech satu ini seperti marketplace finansial. Platform ini mampu mempertemukan pihak yang memerlukan dana dengan pihak yang dapat memberi dana sebagai modal ataupun investasi. Peer-to-peer lending atau P2P lending dapat diartikan juga sebagai layanan peminjaman dana pada masyarakat. Dana tersebit dapat berasal dari masyarakat itu sendiri maupun dari perusahaan yang membangun platform tersebut.
- Manajemen Risiko Investasi
Fintech jenis ini dapat digunakan untuk melakukan pemantauan kondisi keuangan serta melakukan perencanaan keuangan dengan lebih mudah dan praktis. Jenis manajemen risiko investasi yang satu ini biasanya dapat diakses menggunakan smartphone yang mana hanya perlu memberikan data-data yang dibutuhkan untuk bisa mengontrol keuangan.
- Payment, Clearing, dan Settlement Fintech
Jenis ini memberikan penyediaan layanan payment gateaway atau dompet digital. Fintech payment gateway menghubungkan bisnis e-commerce dengan berbagai bank sehingga penjual dan pembeli dapat melakukan transaksi kedua produk tersebut masih masuk dalam kategori Fintech ini.
- Market Aggregator
Hadirnya Fintech ini mengacu pada portal yang mengumpulkan berbagai jenis informasi terkait sektor keuangan untuk disajikan kepada penggunanya. Biasanya Fintech jenis ini mempunyai cakupan informasi terkait keuangan, tips, kartu kredit, dan investasi keuangan lainnya. Hadirnya Fintech jenis ini, diharapkan dapat menyerap banyak informasi sebelum melakukan pengambilan keputusan terkait keuangan.
***
Daftar Pustaka:
Dz., A. S. (2018) ‘Inklusi Keuangan Perbankan Syariah Berbasis Digital-Banking: Optimalisasi dan Tantangan’, Al-Amwal : Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syari’ah, 10(1), p. 63. doi: 10.24235/amwal.v10i1.2813.
Marginingsih, R. (2021) ‘Financial Technology (Fintech) Dalam Inklusi Keuangan Nasional di Masa Pandemi Covid-19’, Moneter – Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 8(1), pp. 56–64. doi: 10.31294/moneter.v8i1.9903.
Mulasiwi, C. M. and Julialevi, K. O. (2020) ‘Optimalisasi Financial Teknologi (Fintech) terhadap Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan Usaha Menengah Purwokerto’, Performance, 27(1), p. 12. doi: 10.20884/1.jp.2020.27.1.2284.
Sastiono, P. and Nuryakin, C. (2019) ‘Inklusi Keuangan Melalui Program Layanan Keuangan Digital dan Laku Pandai Financial Inclusion: Case Study of LKD and Laku Pandai Program’, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, 19(2), pp. 242–262.
S. Mahendra Dev. (2006). Financial Inclusion: Issues and Challenges. Economic and Political Weekly, 41(41), 4310–4313. http://www.jstor.org/stable/4418799
Ozili, P. K. (2021). Financial inclusion research around the world: A review. In Forum for social economics (Vol. 50, No. 4, pp. 457-479). Routledge.
Ouma, S. A., Odongo, T. M., & Were, M. (2017). Mobile financial services and financial inclusion: Is it a boon for savings mobilization? Review of Development Finance, 7, 29–35. doi:10.1016/j.rdf.2017.01.001